Juara 3 Lomba Cerpen Pahlawan Nasional 2019
“Pahlawan Versi Abah”
Cipt. Rahma Wiwa
Pagi ini Abahku bekerja seperti biasa, membawa tas lusuh dan sepeda onta kesayangannya. Abahku bangun lebih awal dari biasanya, beliau bangun pagi-pagi sekali disaat semua orang terlelap dalam tidur. Beliau tampak bersiap-siap, sebelum pergi abah selalu membangunkan ku.
“Taaah… bangun sudah jam 6 ini, ayoo sholat subuuh”.
Ya itulah abah meski aku tahu waktu menunjukkan masih jam 5 pagi.
“Aduuh Abaah ini kan hari minggu bentar lagi napa Bah, masih ngantuk”. Ujarku sambil tarik selimut membenamkan kepalaku dalam kehangatan.
Meski hari minggu tidak menjadikan alasan bagi kami untuk bangun kesiangan atau bersantai ria justru minggulah sebagai ajang berkumpul dan membantu abah ke ladang. Abah bekerja sabagai seorang petani jagung, jarak dari rumah ke ladang lumayan jauh, tiap minggu kegiatan kami bantu Abah di ladang memupuk jagung. Jadi setiap aku malas bangun Abah selalu mengeluarkan omelan khas nya.
“Bagaimana mau maju negeri ini jika pemudanya malas-malas seperti kamu, gak ingaat pahlawan dahulu itu habis harta, tenaga, pikiran untuk tegaknya kemerdekaan, kalian tinggal ngisi kemerdekaan saja masih malas”.
Abah memang orang nya sejarawan apa-apa sejarah dulu kalau sudah gini mau gak mau ngantuk gak ngantuk harus bangun dah, dari pada panjang nanti omelan Abah dari jaman Jepang, merdeka, reformasi sampai demokrasi kelar.
“Ya Abah ini Tata sudah bangun, kenapa harus disangkutpautkan sama bangsa dan negara sih Bah”. Ujarku yang masih memejamkan mata berjalan menuju kamar mandi.
“Memangnya kamu gak mau menjadi orang yang berrhasil? kamu mau seperti Abah? Jadi petani kerjanya panas-panasan,kamu harus lebih dari Abah? Apalagi dalam keadaan negara yang miris saat ini?Apa-apa semuanya sulit, mahal dan makin kesini makin tambah susah saja”. Ungkap Abah yang masih ngomel sendiri, setelah aku beranjak dari kasur pun beliau masih kesal terhadap negaranya sendiri. Aku biarin Abah dengan celotehannya aku melanjutkan untuk sholat subuh dan membangunkan Reza adikku yang paling bontot, masih kelas 3 sd jangan sampai Abah menceramahi dia juga dengan sejarah Perang Dunia II yang masih suci otaknya dan belum bisa mencerna pikiran abah yang Nasionalis.
Abah sudah hidup 63 tahun, dari jaman Soekarno maraknya peristiwa PKI pada era 60-an, saat itu Abah masih merumur 5 tahun hingga kepemimpinan Soeharto Abah menjadi saksi bisu bagaimana keadaan negara saat itu hingga sekarang kepemimpinan Jokowi. Abah lah yang merasakan perubahan demi perubahan bagaimana kinerja dan kebijakan kepemimpinan pada era meraka. Tentu Abah paham betul bagaimana sejarah dan penderitaan rakyat dari masa ke masa. Abah sangat menghargai dan mencintai sosok pahlawan yang berjuang demi kesejahteraan rakyat Indonesia, karenanya Abah sering kesal terhadap petinggi negara yang tidak peduli terhadap rakyatnya hanya mencari keuntungan sendiri serta bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat kecil. Salahsatu yang Abah idolakan adalah H.Agus Salim orang tua yang genius dan cerdas. Ia mampu berbicara dan menulis secara sempurna sedikitnya dalam 9 bahasa, beliau tidak kaya beliau seorang yang sangat sederhana. Haji Agus Salim lahir dengan nama Mashudul Haq ( berarti “pembela Kebenaran”); lahir di Koto Gadang, Agam Sumatera Barat 8 Oktober 1884, meninggal dalam usia 70 tahun adalah salah seorang pejuang kemerdekaan. Inilah yang membuat Abah begitu cinta dan bangga sebagai orang yang berdarah Minang. Melihat sosok H.Agus Salim sebagai seorang yang sukses berguna dan bermanfaat bagi bangsa dan negara. Pernah suatu waktu Abah menceritakan sosok H Agus Salim seorang yang berpengaruh lantas tak memanfaatkan untuk mendapatkan harta, dan kepentingan pribadi, beliau tak haus akan harta. Kesederhanaannya yang luar biasa adalah ketika H Agus Salim rela berjualan minyak tanah, sekedar memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Beliau tanpa malu menjualnya dengan cara mengecer, meski pada waktu itu beliau pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan perwakilan tetap Indonesia di PBB. Pada waktu salahsatu anak Salim wafat ia bahkan tak punya uang untuk membeli kain kafan. Salim membungkus jenazah anaknya dengan taplak meja dan kelambu. Ia menolak pemberian kain kafan baru “Orang yang masih hidup lebih berhak memakai kain baru” kata Salim. “Untuk yang mati, cukuplah kain itu.”
Sosok kepemimpinan H. Agus Salim telah benar-benar meresap dalam sanubari Abah, sampai-sampai beliau menyimpan berbagai buku tentang seluk beluk H.Agus Salim dalam lemari kecil disamping tempat tidurnya. Lemari itu dikunci dan hanya Abah yang tahu dimana dia menyimpan kunci itu. Pernah suatu hari Abah lupa mengunci lemari kecilnya, Reza adikku membawa salahsatu buku Abah untuk hanya sekedar melihat gambar-gambar Bapak tua di buku itu. Abah saking paniknya sampai mengacak kamar hingga semuanya benar-benar berantakan.
“Taah buku Abah mana yaa yang judulnya “ Seratus Tahun Haji Agus Salim?”. Aku yang saat itu lagi membantu Mak didapur bingung sendiri seorang Abah kehilangan buku kesayangannya,bagaimana ceritanya ujarku sambil tersenyum. “Sana bantuin Abahmu cari buku, Abahmu bisa sakit kalau bukunya ilang” ujar Emakku, mak memang 20 tahun lebih muda dari Abah. Aku langsung menuju kamar Abah
“Ya Allah baaah, ini kamar atau gudang sih berantakan amat dah”. Ujarku sambil menggeleng-gelengkan kepala
“Abah tadi lupa ngunci lemari buku Abah, buku Abah kan 30 buah kenapa sekarang jadinya 29, mana satu lagi? Ada kamu yang ngambil?”. Tuduhan abah benar-benar membuat aku sdikit kesal boro-boro ngambil, dipinjam saja harus memenuhi persyaratan dulu gak boleh robek, dicoret, dipinjamin sama teman dan bla bla…
“Lah Abah nuduh Tata sih, mana Tata tahu Abah, kan sehari-hari kunci nya sama Abah, yaudah Tata coba cari tempat lain mana tahu Abah salah letak”. Aku langsung mencari diruang tamu dekat sofa, kamar belakang hingga dapur gak ada tanda-tanda, aku melihat ada satu kamar yang belum diterlusuri ya kamar sih Reza.
“Zaa bukak kamarnya dong Teteh mau masuk”. Ujarku dari luar pintu.
“Aahh Teteh nanti saja lah Reza mau lihat gambar kakek-kakek berjenggot ini”. Pungkas Reza dari dalam kamar dan enggan membukakan pintu, seketika aku berpikir kakek berjenggot, kakek Agus Salim kan berjenggot jangan jangan yang dibaca Reza buku Abah lagi, dasar bocah ngambil buku gak bilang-bilang sudah tahu sih Abah pusing nyariin.
“Ezaa kamu ambil buku Abah yaah, Abah sudah susah nyariin itu, kok gak izin dulu sih mau ambil buku, gak boleh begitu tau, itu namanya mencuri”. Pungkasku kesal ditambah Reza belum juga mau buka pintu kamarnya.
“Ezaa gak tahu teh, aduh jangan bilang Abah ya teh ini bukunya Eza kembaliin”. Sambil membuka pintu kamar dan mengulurkan bukunya “ nih” . Aku hanya bisa diam dengan wajah marah dan langsung mengambil buku dari tangan adikku.
“Besok jangan begini yaa, dipinjam dulu biar gak pusing orang nyariin”. Omel ku
“Iya deh teeeh”.
Aku langsung menuju kamar Abah dan memberikan buku kesayangan beliau, gak tega juga melihat wajah Abah yang kusut dan terlihat sedih. Sebab Abah gak mudah dapatin buku itu Abah harus nelpon bang Neko dulu anak pertama Abah yang sekarang kerja di Bandung dan kebetulan kostsan bang Neko itu dekat dengan toko buku, jadi Abah sering tanya-tanya itu sama bang Neko tentang buku-buku H.Agus Salim, dari Bandung lah dikirim semua buku itu. Untuk itulah Abah sangat merawat dan menjaga buku itu sebagai bukti kecintaan kepada jasa pahlawan yang tanpa balas jasa membela dan mengangkat derajat negara ini dimata dunia. Sangat pantas semuanya dituangkan dalam bentuk tulisan penuh makna untuk kemudian dibaca oleh anak anak muda, agar selalu mengingat dan tumbuh kecintaan terhadap negara dan dituangkan dalam bentuk karya-karya yang tentu bisa menaikkan level negara kita di kanca Internasional.
Minggu pagi begitu cerah, terik matahari benar-benar membuat keningku berkerut. Lain dengan Abah yang semangat sekali, terlihat jelas kerja keras beliau demi istri dan anak-anaknya. Beliau salahsatu pahlawan bagi keluarga kami. Abah memang seorang yang disiplin dia ingin meneladani sosok kakek Agus Salim yang memiliki kepribadian yang sederhana, tenang dan memiliki keteladanan yang menggerakkan ia sangat mencintai keluarganya. Untuk itu Abah selalu mengajarkan kami agar sering-sering baca sejarah tentang pahlawan-pahlawan bukan hanya sosok H Agus salim, tokoh-tokoh nasional lainnya seperti Moh. Hatta, pria kelahiran Bukittinggi 1902 dikenal sebagai aktivis dan organisatoris hingga menjadi seorang negarawan yang sering mendampingi Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kemudian Soekarno merupakan proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Moh.Hatta) ia juga dikenal sebagai pencetus dasar Negara Pancasila dan seorang politikus yang cerdas, Ra.Kartini seorang pelopor kebangkitan perempuan pribumi atau dikenal dengan Emansipasi Wanita, Ki Hajar Dewantara juga seorang aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda dan memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk memperoleh hak pendidikan, selanjutnya Ahmad Dahlan seorang pembaharu Islam dan sekaligus pendiri organisasi Muhammadiyah dan lainnya juga ikut berpengaruh besar dalam sejarah Indonesia. Maka tidak sepatutnya kita melupakan jasa-jasa tersebut. Tapi sosok kakek H Agus Salim spesial di mata Abah Tampak jelas Abah merindukan sosok pemimpin seperti Agus Salim, pemimpin yang tak haus akan harta dan jabatan yang bekerja ikhlas demi rakyat, dan seorang religius yang cerdas.
Sampailah kami di ladang Abah yang indah, bersih dan tertatah. “Sampai juga akhirnya tah, panas yaah ke pondok saja istirahat Abah mau lihat-lihat jagung dulu”. Ujar Abah sembari memperbaiki letak sepedanya.
“Gak kok bah, tata ikut Abah aja lihat jagung, masa baru sampai sudah capek”. Pungkasku sambil menunjukkan wajah semangat.
“Ya sudah ayoo”.
Sambil keliling kebun Abah menjeleskah perihal bagaimana memupuk jagung yang baik agar tidak mudah di makan ulat. Beberapa waktu lalu teman Abah sempat jagungnya sakit gak subur gitu, akibat salah ngasih pupuk sebagian daunnya bolong-bolong karena dimakan ulat. Setelah kami sibuk berbincang masalah jagung ditengah matahari yang terik perlahan-lahan mulai menampakkan mentarinya, aku dan Abah akhirnya mengalah dengan keadaan. kami berdua lalu menuju pondok tua untuk beristirahat sejenak. Setelah sampai di pondok Abah menuangkan air minum pada secangkir gelas
“Ini minum dulu”. Ucap Abah.
Aku sontak mengambil air yang ditawarkan Abah, sambil menunggu Emak dan Reza membawa nasi Uduk kesukaan kami. Aku memulai percakapan mengenai kenapa Abah begitu mengidolakan sosok H Agus Salim. Abah sebenarnya pintar mendengar cerita dari Emak ia sosok anak yang rajin, disipin dan di bangku sekolah beliau selalu mendapat peringkat pertama, orang-orang desa pun banyak yang segan kepada Abah, yaah karena nasib yang tidak berpihak sehingga Abah tidak bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat SLTA. Pendidikan Abah hanya sampai SMP karena tidak ada biaya untuk lanjut, Abah kemudian membantu orang tuanya meneruskan pekerjaan sebagai seorang petani jagung, pekerjaan ini yang kemudian menghidupi keluarga kecil kami.
“Bah, kenapa Abah begitu mengidolakan sosok kakek H Agus Salim? Dan sejak kapan?” Abah lalu menghela napas dan terdiam sejenak lalu sembari menjawab pertanyaanku.
“Kita memang bukan orang kaya Tah, Abahmu bukan orang yang berpangkat bukan lulusan Perguruan Tinggi hanya lulusan SMP, tapi bukan berarti kita tidak ada hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan orang-orang yang berada, ilmu tidak mengenal usia selagi kita hidup kita dianjurkan untuk belajar, Abah memang bukan lulusan tinggi tapi Abah ingin belajar dari sosok H.Agus Salim, tokoh nasional yang disegani karena kecerdasan, kesederhaaannya bukan karena kaya,atau jabatannya. Abah mulai tertarik dengan beliau sejak kelas 6 sd, waktu itu Abah lagi suka-sukanya baca buku Pahlawan dan salahsatu ditulis disana ya K.H Agus Salim beliau mampu menguasai banyak bahasa, orang serba kekuarangan seperti beliau bisa menjadi orang hebat karena minat dan kerja keras. Nah Abah juga ingin kamu seperti itu kelak kalau kamu sukses jangan cuma mengejar kedudukan tapi jadilah orang yang memberi kelapangan bagi orang lain, bermanfaat bagi lingkungan bahkan negara”. Mendengar petuah Abah aku jadi kagum sama Abah aku memang anak Abah tapi asli aku bukan anak yang suka membaca sejarah aku bukan tipe anak yang suka mengenang masa lalu. Aku sampai gak tahu mau tanya apa lagi mendengar jawaban abah,entah kenapa malu sama diri sendiri kenapa semangat aku tidak seperti Abah dan kenapa aku tidak sepintar Abah apa aku bukan anak Abah ya? Kalau boleh Jujur aku juga anak yang pintar lho! tapi tidak dibidang sejarah, aku lemah dalam menghafal dan tidak tertarik dengan sejarah karena aku benci mengenang sejarah-sejarah yang menderita.
“Kalau Tatah mengidolakan siapa? Tanya Abah tiba-tiba, aku bingung aku cuman taunya Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, satu lagi RA Kartini dan itupun namanya doang.
“Apanya bah”. Ujarku pura-pura gak ngerti.
“Kok apanya kamu mengidolakan tokoh pejuang siapa ?”.
“Sama bah K.H Agus Salim” ucap ku bingung.
“Lah Taah sejak kapan kamu suka H. Agus Salim biasanya kamu paling anti kalau Abah sudah cerita Agus Salim, bagaimana ceritanya tiba-tiba kamu mengidolakan beliau?”
“Yah kali bah pertanyaan Abah tentang Pahlawan aku tahu nya cuman Soekarno itupun karena dia yang membacakan Proklamasi kemerdekaan dan seorang Presiden pertama di Indonesia.
“Kamu harus terbiasa membaca sejarah jangan sampai melupakan sejarah,banyak pelajaran yang didapat dari keteguhan pahlawan-pahlawan Indonesia Tah, jangan sampai kamu gak tahu dengan sejarah negara sendiri, negara ini dibangun atas kerja keras dari para pahlawan, dengan membaca sejarah akan membangkitkan rasa patriotisme terhadap negeri ini, apa kamu gak ingin memajukan negari yang amburradur ini?”. Tambah Abah. Abah memang sering ngomel karena kemalasan ku tapi Abah jarang bicara serius seperti hari ini. Kadang Abah juga terlihat sedih melihat negara saat ini, melihat aparat penegak hukum yang menjual Undang-Undang demi saku, pejabat negara yang terkesan tidak peduli dengan masyarakat, banyak orang yang kehilangan rasa saling harga menghargai, semakin hari semakin marak kejahatan. hal ini membuat Abah merindukan sosok pahlawan dimasa lalu terutama K.H Agus Salim. Aku tidak ingin tidak peduli lagi, jiwa Abah saja merontah-rontah melihat ketidakadilan, lalu apa kabar dengan jiwa anak muda seperiku? Abah tidak minta banyak Abah ingin aku menjadi orang yang berhasil, seerhana seperti K H.Agus Salim, disiplin dan menghargai sesama. Jadilah anak yang bagus intelektual, agama dan budi pekerti. Itu pesan Abah.
Setelah asyik bercengkrama dengan Abah, tampak dari jauh Mak mengayuh sepeda memboncengi adikku.
“Akhirnya Mak mu datang juga perut sudah keroncongan mau mintak jatah”. Ujar Abah sambil tersenyum. Kami menikmati minggu dengan kebahagiaan yang sederhana, selamat menikmati minggu ku yang sama dengan senin, selasa, rabu, kamis, jumat dan sabtu. Semua hari istimewa jika sudah bersama dengan orang-orang yang istimewa. Matahari sudah mau istirahat dan perlahan lenyap dari peredaran, kami juga mau istirahat pulang kerumah kecil nan sederhana. Aku dengan abah berboncengan dan seperti biasa Emak dengan adikku. Sepanjang perjalanan kami menyanyikan lagu legend ‘keluarga cemara’. Dan seperti biasanya juga adikku sering lupa lirik, kalau sudah begitu aku paling malas lagi nyanyi karena kesal sendiri lihat Reza sesuka hati nukar-nukar lirik. Minggu sangat spesial bisa berkumpul dan berbagi cerita dengan keluarga.
Minggu malam kalau gak ada tugas sekolah, aku ikut duduk di ruang tengah bersama Mak dan Abah sambil nonton tv. Biasanya Reza sudah tidur, dia anaknya memang teman baik kasur, rebahan dikit saja sudah molor. Siaran tv favorit Abah ya Tv one tiada hari tanpa berita, aku biasanya lebih suka dikamar berbaring sambil liatin atap tapi malam ini ingin rasanya aku duduk disamping kedua orang tua ku, menghabiskan waktu sebelum hari melelahkan tiba. Aku duduk samping Abah sambil liatin tv Abah tanya
“Tumben kamu belum tidur tah”. Aku menoleh ke arah Abah.
“Iya Bah belum ngantuk, eh bah Tata kan sudah kelas 2 SMA nih, Tata boleh lanjut kuliah nanti kan Bah?”. Tanya ku seolah memberi penekanan, kemudian Abah menoleh ke arahku dengan tersenyum.
“Bukannya kamu mau nerusin usaha Abah jadi petani jagung”. Sindir Abah.
“Gak mau lah bah panas,Tata mau jadi bos nantinya, Aamiin”. Abah melotot ke arahku seakan-akan tidak percaya.
“Bagaimana mau jadi orang besar kalau sekarang saja males-malesan, apa-apa Abah yang harus ingetin”. Pungkas Abah membuat aku kesal.
“Iih Abah impian ku mau masuk UGM Bah, kayaknya Tata tertarik sama sejarah deh bah, apa Tata ngambil jurusan Ilmu Sejarah ya nanti?”. Sontak saja pernyataan ku membuat Abah dan Mak tertawa geli.
“Haha.. Yakin kamu Tah, Abah gak maksa kamu harus suka sejarah atau kuliah harus ngambil jurusan sejarah semua itu sesuai bakat dan minat kamu mau jadi apa? Abah tahu betul kelemahan kamu apa Tah?”. Memang aku tidak suka sejarah itu dulu tapi sekarang aku ingin mewujudkan mimpi Abah aku ingin menjadi seorang sejarawan muda di era revolusi industri 4,0. Aku ingin menjadi anak muda seperti pahlawan Indonesia yang menyumbangkan segalanya untuk rakyat dan mengisi kemerdekaan ini dengan prestasi.
“Ini beneran Bah, entah kenapa Tata jadi tertarik saja dengan sejarah dan ingin keliling Indonesia melihat peninggalan-peninggalan bersejarah yang dititipkan pahlawan-pahlawan tanah air, doakan ya Bah”. Abah mengusap kepala ku
“Tentu Tah Abah dan Mak tak putuskan mendoakan kesuksesanmu”, Abah jadi ingat ungkapan K.H Agus Salim “ Memimpin adalah menderita bukan menumpuk harta, kelak jika kamu jauh dari Abah dan sudah jadi Bos besar lakukanlah semuanya dengan hati, jangan hanya mencari materi tetapi bertanggungjawab dengan amanah yang diberikan kepadamu.
“Ingat! KALAU PAHLAWANNYA MALAS KAYAK KAMU, MUNGKIN KITA GAK MERDEKA-MERDEKA SAMPAI SEKARANG”. Jlebb jiwa malasku memberontak ingin kabur, tak sanggup mendengar kata-kata sihirnya Abah.
“Ya Abah membandingkan aku dengan pahlawan, yaah jelas beda lah Bah”. Memang benar kata Pujangga bahwa jujur itu menyakitkan.
Kelak aku jauh dari Abah mungkin untuk bekerja atau melanjutkan pendidikan , Abah selalu mengingatkan untuk jadi anak yang hamble dengan siapapun. Kalau di rumah ada Abah yang siap 24 jam mengawasi dan ingetin aku, kalau di sana siapa yang akan awasi aku dan jaga aku, siapa bah? Pasti Abah selalu jawab nasehat Abah yang akan jaga kamu. Ingat ada orangtua, yang harus kamu jaga hati dan kehormatannya dan masyarakat yang menunggu kontribusi terbaik kamu. Terkadang banyak dari temanku yang bilang
“Bapak kamu itu tegas”. Sekarang aku akan menjawab
“yaa saya bangga mempunyai bapak yang tegas, tapi tahu yang saya butuhkan dikemudian hari”. Setelah lulus SMA aku melanjutkan pendidikan dan Alhamdulillah aku diterima di UGM ( Universitas Gadjah Mada) dengan jurusan impian aku dan Abah. Terimakasih Abah pahlawan dalam perjalanan karir Tata, dan terimakasih K.Agus Salim Pahlawan bagi kita semua masyarakat Indonesia. Terimakasih pahlawan-pahlawan Indonesia atas hadiah terbesar untuk kami jaga yaitu Indonesia.
—